Salah satu tantangan utama mendirikan startup adalah dana
yang minim. Untuk itu, menurut CTO Amazon.com Werner Vogels, pengembang
harus berperan ganda sebagai arsitek keuangan yang mampu mengatur alur
dana seefektif dan seefisien mungkin.
"Apakah dana awal dialokasikan paling besar untuk beli hardware? Atau untuk pemasaran? Atau untuk memperkerjakan talenta-talenta terbaik?" Vogels menjabarkan pada KompasTekno, Selasa (10/11/2015) di Hotel Hermitage, Jakarta Pusat.
Setiap pilihan tentu punya konsekuensi masing-masing. Jika pilihannya pada hardware, pertanyaan selanjutnya "Apakah aset tersebut mampu membawa startup pada tujuannya?"
Lebih detil, Vogels memaparkan empat hal utama yang harus dipersiapkan CEO startup dalam membangun bisnis secara efektif dan efisien.
Pertama, matangkan visi. "Apa tujuan startup dibangun?" itu pertanyaan pertama yang wajib dijawab seorang pengembang saat pertama kali ingin merealisasikan idenya.
Pengembang harus mampu memproyeksikan posisi startup di masa depan. Bagaimana perusahaan rintisannya mampu menjadi solusi baru bagi masyarakat modern.
Kedua, siapkan model bisnis. Sejak awal, pengembang harus menentukan apakah startup ingin dikembangkan menjadi usaha yang "sustainable" atau menjadi "raksasa".
"Sustainable" artinya startup dikembangkan dengan tahap sedikit demi sedikit untuk memelihara stabilitasnya. Tujuan utamanya untuk menjaga keberlangsungan hidup startup agar terus berinovasi secara perlahan tapi pasti.
Sementara itu, "raksasa" berarti tujuan startup dibuat untuk memperoleh pendanaan dari investor besar, berkembang progresif dan mendominasi kebutuhan pasar.
Vogels menilai rata-rata startup di Indonesia, setidaknya yang ia temui, memilih model bisnis pertama, yakni yang sustainable. Hal tersebut ia anggap sebagai langkah positif untuk menciptakan ekosistem startup lokal yang mumpuni.
Ingin lebih mengetahui Bisnis Starup atau Starup Bisnis, atau apa saja tentang cara memulainya untuk pemula silakan simak artikelnya di BISNIS STARUP
Dalam hal ini, sistem cloud dianggap sebagai solusi tepat. "Jika ingin membangun raksasa, pengembang tak perlu memikirkan dana sebagai modal awal. Karena tujuan akhirnya untuk diakuisisi dan dapat dana jauh lebih besar," kata dia.
"Sedangkan untuk membangun startup yang sustainable, tentu akan mulai dari langkah paling kecil dan sangat memperhatikan pengeluaran. Makanya komputasi cloud akan sangat membantu tipe pengembang seperti ini," ia menambahkan.
Diketahui, dengan sistem cloud, pengembang tak perlu merogoh kocek banyak untuk membeli hardware dalam jumlah dan ukuran besar. Semuanya bisa dibangun dengan memanfaatkan layanan yang diakses online lewat penyedia cloud seperti Amazon Web Services (AWS).
"Startup hanya mengeluarkan uang untuk layanan dan kapasitas yang dibutuhkan saja. Semua dana yang digelontorkan mendatangkan fungsi yang sesuai untuk inovasi yang diharapkan. Ini akan sangat efisien dan bijak dalam pengaturan keuangan," Vogels menjelaskan.
Setelah tugas pertama dan kedua rampung, barulah CEO bisa melangkah ke tugas ketiga, yakni eksekusi. Pada tahap ini, pengembang perlu berpikir panjang dan detil.
Sebab, eksekusi ini menyangkut bagaimana cara mengemas produk ke target pasar yang disasar. "Jika formulanya sudah ketemu, pengambilan keputusan setelahnya dan seterusnya bisa dilakukan dengan lebih cepat karena acuannya sudah ada," kata dia.
Keempat, memilih talenta untuk bersama-sama mengembangkan startup. Vogels percaya bahwa setiap perusahaan sukses memiliki tim kerja yang hebat. Untuk itu, dalam memilih pekerja, CEO juga perlu pemikiran matang dan strategis.
"Apakah talenta-talenta yang diperkerjakan benar-benar bisa bekerja untuk merealisasikan rencana perusahaan?" begitu pertanyaan yang harus dipastikan jawabannya sebelum memperkerjakan orang.
Jika empat langkah di atas benar-benar dilakukan secara sungguh-sungguh oleh CEO startup, Vogels mengklaim risiko kegagalan dapat dipangkas. Pun begitu, tentu ada faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan kegagalan sebuah startup, sekalipun telah dipersiapkan secara matang.
"Setidaknya jika memanfaatkan sistem cloud, jikapun gagal, harga kegagalan akan sangat murah," kata dia.
"Apakah dana awal dialokasikan paling besar untuk beli hardware? Atau untuk pemasaran? Atau untuk memperkerjakan talenta-talenta terbaik?" Vogels menjabarkan pada KompasTekno, Selasa (10/11/2015) di Hotel Hermitage, Jakarta Pusat.
Setiap pilihan tentu punya konsekuensi masing-masing. Jika pilihannya pada hardware, pertanyaan selanjutnya "Apakah aset tersebut mampu membawa startup pada tujuannya?"
Lebih detil, Vogels memaparkan empat hal utama yang harus dipersiapkan CEO startup dalam membangun bisnis secara efektif dan efisien.
Pertama, matangkan visi. "Apa tujuan startup dibangun?" itu pertanyaan pertama yang wajib dijawab seorang pengembang saat pertama kali ingin merealisasikan idenya.
Pengembang harus mampu memproyeksikan posisi startup di masa depan. Bagaimana perusahaan rintisannya mampu menjadi solusi baru bagi masyarakat modern.
Kedua, siapkan model bisnis. Sejak awal, pengembang harus menentukan apakah startup ingin dikembangkan menjadi usaha yang "sustainable" atau menjadi "raksasa".
"Sustainable" artinya startup dikembangkan dengan tahap sedikit demi sedikit untuk memelihara stabilitasnya. Tujuan utamanya untuk menjaga keberlangsungan hidup startup agar terus berinovasi secara perlahan tapi pasti.
Sementara itu, "raksasa" berarti tujuan startup dibuat untuk memperoleh pendanaan dari investor besar, berkembang progresif dan mendominasi kebutuhan pasar.
Vogels menilai rata-rata startup di Indonesia, setidaknya yang ia temui, memilih model bisnis pertama, yakni yang sustainable. Hal tersebut ia anggap sebagai langkah positif untuk menciptakan ekosistem startup lokal yang mumpuni.
Ingin lebih mengetahui Bisnis Starup atau Starup Bisnis, atau apa saja tentang cara memulainya untuk pemula silakan simak artikelnya di BISNIS STARUP
Dalam hal ini, sistem cloud dianggap sebagai solusi tepat. "Jika ingin membangun raksasa, pengembang tak perlu memikirkan dana sebagai modal awal. Karena tujuan akhirnya untuk diakuisisi dan dapat dana jauh lebih besar," kata dia.
"Sedangkan untuk membangun startup yang sustainable, tentu akan mulai dari langkah paling kecil dan sangat memperhatikan pengeluaran. Makanya komputasi cloud akan sangat membantu tipe pengembang seperti ini," ia menambahkan.
Diketahui, dengan sistem cloud, pengembang tak perlu merogoh kocek banyak untuk membeli hardware dalam jumlah dan ukuran besar. Semuanya bisa dibangun dengan memanfaatkan layanan yang diakses online lewat penyedia cloud seperti Amazon Web Services (AWS).
"Startup hanya mengeluarkan uang untuk layanan dan kapasitas yang dibutuhkan saja. Semua dana yang digelontorkan mendatangkan fungsi yang sesuai untuk inovasi yang diharapkan. Ini akan sangat efisien dan bijak dalam pengaturan keuangan," Vogels menjelaskan.
Setelah tugas pertama dan kedua rampung, barulah CEO bisa melangkah ke tugas ketiga, yakni eksekusi. Pada tahap ini, pengembang perlu berpikir panjang dan detil.
Sebab, eksekusi ini menyangkut bagaimana cara mengemas produk ke target pasar yang disasar. "Jika formulanya sudah ketemu, pengambilan keputusan setelahnya dan seterusnya bisa dilakukan dengan lebih cepat karena acuannya sudah ada," kata dia.
Keempat, memilih talenta untuk bersama-sama mengembangkan startup. Vogels percaya bahwa setiap perusahaan sukses memiliki tim kerja yang hebat. Untuk itu, dalam memilih pekerja, CEO juga perlu pemikiran matang dan strategis.
"Apakah talenta-talenta yang diperkerjakan benar-benar bisa bekerja untuk merealisasikan rencana perusahaan?" begitu pertanyaan yang harus dipastikan jawabannya sebelum memperkerjakan orang.
Jika empat langkah di atas benar-benar dilakukan secara sungguh-sungguh oleh CEO startup, Vogels mengklaim risiko kegagalan dapat dipangkas. Pun begitu, tentu ada faktor-faktor lain yang bisa menyebabkan kegagalan sebuah startup, sekalipun telah dipersiapkan secara matang.
"Setidaknya jika memanfaatkan sistem cloud, jikapun gagal, harga kegagalan akan sangat murah," kata dia.